Tuesday, October 19, 2021

REVIEW: HOWL'S MOVING CASTLE, PETUALANGAN SOPHIE BERSAMA PENYIHIR HOWL DAN PENGHUNI KASTIL BERPINDAH


Sinopsis
Sophie sehari-hari bekerja membuat topi di sebuah ruko kecil. Usaha pembuatan topi wanita itu adalah usaha milik ayahnya yang sudah meninggal. Sebagai anak pertama, Sophie merasa sudah sewajarnya dia meneruskan usaha tersebut. Dia pun tidak ingin usaha itu tutup meskipun sang adik sudah mengingatkan bahwa Sophie harus fokus pada apa yang benar-benar menjadi keinginan dan cita-citanya dalam hidup bukannya merasa berkewajiban melanjutkan impian orang tua mereka.
Sebagai seorang gadis remaja, Sophie juga merasa bermasalah dengan kepercayaan diri dan penampilan fisiknya. Sophie merasa tidak cantik dan menarik seperti gadis lain seusianya, Sophie juga tidak memenuhi standar kecantikan di lingkungan tempatnya tinggal. Bahkan ibu dan adiknya Letie sangat cantik.

Ketika beredar rumor terhadap munculnya Howl si penyihir dengan kastil bergeraknya, yaitu bahwa Howl suka memakan hati gadis cantik. Sophie merasa penasaran, toh dia juga bukan gadis cantik jadi tidak mungkin Howl akan memakan jantungnya.

Suatu hari dalam perjalanan menemui adiknya yang bekerja di bakery terkenal Sophie hampir terkena pelecehan seksual dari tentara dan jebakan sihir yang dilempar penyihir buangan, namun seorang laki-laki penyihir yang sedang berkeliling menyelamatkan Sophie dan mengantarkan dengan aman. Sophie tidak menyadari bahwa penyihir itu adalah Howl. Penyihir buangan melihat itu semua dengan kesal, mengira pastilah Sophie mengenal Howl dengan baik.


Sophie kembali ke toko topi saat larut dan bersiap untuk beristirahat, ketika tiba-tiba seorang wanita bermantel masuk ke dalam toko itu dan bersikeras memesan topi. Sophie yang agak merasa ganjil dengan ulah si wanita menyatakan bahwa toko sudah tutup. Wanita yang adalah penyihir buangan itu juga bertanya tentang Howl, Sophie jelas tidak bisa menjawab apa-apa karena dia tidak mengerti apa yang si penyihir wanita tanyakan. Dia tidak merasa mengenal Howl. Penyihir buangan marah dan menyihir Sophie dan mengatakan bahwa Sophie tidak akan bisa mengatakan apapun tentang bahwa sebenarnya dia sudah disihir.

Sophie berusaha mengabaikannya, merasa dia hanya sedang bermimpi dan tidur seperti biasa.

Pagi harinya Sophie masih melihat seorang nenek di cerminnya, dan bahwa si nenek rupanya adalah Sophie sendiri. Sophie terkejut dan ketakutan, tapi sebagaimana sihir yang diucapkan penyihir buangan, Sophie tidak akan bisa menjelaskan bahwa dia sebenarnya disihir kepada siapapun. Semua ini membuatnya merasa harus pergi dari rumah, tidak mungkin dia mampu menghadapi semua pegawai pembuat topinya dalam kondisi seperti itu. Sophie teringat perkataan penyihir tentang Howl dan berpikir mungkin Howl bisa menolong Sophie untuk kembali ke usia  yang sebenarnya. Sophie memutuskan untuk mencari Howl dan kastil bergerak miliknya.

Setelah lama berjalan Sophie belum menemui kastil bergerak, malah menemukan orang-orangan sawah yang terbelit, Sophie menolong orang-orangan sawah itu karena mereka berada dalam situasi yang sama. Sophie sangat terkejut ketika orang-orangan sawah itu ternyata hidup dan mengikuti Sophie kemanapun hingga mereka menemukan kastil bergerak milik Howl. Sayangnya karena suatu hal orang-orangan sawah tertinggal demi membantu Sophie bisa masuk ke dalam kastil itu. Takut-takut Sophie memasuki kastil dan sepercik api perapian menyapanya, api itu mengenalkan diri bernama Calcifer.

Tanpa bertanya, Calcifer memahami kondisi Sophie yang terkena sihir menjadi seorang nenek tua. Kemudian Sophie juga berkenalan dengan penghuni kastil lain yaitu seorang bocah yang cerdas bernama Markl dan Howl si penyihir yang membuatkan mereka semua termasuk Sophie, sarapan. Howl bercerita bahwa penyihir buangan dulunya adalah kekasih Howl, Howl terpikat karena kecantikannya yang sangat mempesona hingga akhirnya Howl tersadar bahwa semua itu hanya buatan sihir hitam yang dibenci Howl dan dia mengakhiri hubungan mereka. Namun sayangnya penyihir buangan tidak terima dan terus mengejar Howl.



Sophie meminta tolong agar dia bisa ikut tinggal dalam kastil bergerak dan berjanji akan membantu mereka mengerjakan semua pekerjaan rumah. Seluruh penghuni kastil setuju dan mulailah Sophie bersih-bersih kastil yang berantakan dan berdebu itu dan mengubahnya menjadi bersih dan nyaman ditinggali. Pada hari kesekian perjalanan mereka dengan kastil bergerak orang-orangan sawah berhasil menyusul dan menjadi teman main yang menyenangkan untuk Markl.
Mereka semua hidup bersama dalam kastil dan Sophie bahkan sudah lupa terhadap alasannya mencari Howl dan menyembuhkan kutukan, Sophie hanya fokus terhadap hidup barunya di kastil yang menurutnya menarik dan menyenangkan bersama Calcifer yang cerewet dan Markl yang menggemaskan. Namun masalah rupanya tidak membiarkan mereka hidup tenang. Saat itu perang sedang meletus antar dua negara, situasi makin memburuk setelah menghilangnya pangeran mahkota salah satu negara. Howl berulang kali mendapat undangan menghadap ke istana, istana meminta bantuan Howl atas situasi perang ini dan berharap Howl mau membantu memperkuat pasukan untuk memenangkan perang. Berkali-kali Howl mengabaikan panggilan itu hingga akhirnya ketika sudah tidak bisa mengelak karena kerajaan mengancam untuk menghukum berat Howl, Sophie memutuskan membantu Howl dan pergi ke istana sebagai ibu Howl. 
Sophie terkejut karena disana dia menemua seorang nenek yang sangat amat tua, yang ternyata adalah wujud asli dari penyihir buangan.
Mampukah Sophie meyakinkan istana?
Petualangan macam apa lagi yang akan mereka hadapi nantinya?


Kata Ninda
Film ini termasuk salah satu film Ghibli yang sangat menyenangkan untuk ditonton dan berkesan bagi saya. Film ini diangkat kisahnya dari sebuah buku dengan judul sama.
Animasinya Ghibli yang detail dengan motion yang halus benar-benar memanjakan mata, bahkan gerakan moving castle-nya aja sangat halus dan detail.

Yang saya paling heran tuh breakfast ala Howl's moving castle ini, gimana mungkin breakfast cuma berupa bacon dan telur aja kayaknya enak banget bikin ngiler, nggak habis pikir -_-
Karakter favorit saya dalam film ini adalah Calcifer si iblis api yang bawel dan doyan makan kulit telur. Film ini terasa ramai dan hangat kebanyakan karena ocehan si Calcifer ini.

Pesan yang saya tangkap dalam film ini adalah tentang kehidupan beranjak dewasa dan menentukan jalan hidup, ada kalanya hidup membuat kita terpaksa meninggalkan zona nyaman tapi jika kita berusaha menjalani semuanya dengan baik kadang tidak kita sangka bahwa ternyata kita bisa dan baik-baik saja dengan itu. Sophie yang memilih menjalani hidup dan penampilan konvensional dengan meneruskan usaha orang tuanya sebagai pembuat topi dan memimpin pengelolaan toko meskipun ada bagian dalam hatinya kerinduan akan petualangan. Sementara Lettie yang mengikuti kata hati meninggalkan bisnis keluarga dengan mencoba bidang baru di ranah kuliner meskipun itu harus membuat Lettie memulai dari 0 sebagai koki dan pelayan.

Kita juga menemukan perbedaan karakter Sophie yang mengalami perubahan, ketika awal film dia nampak rendah diri dan memiliki penilaian yang buruk pada dirinya sendiri, kurang percaya diri sementara Lettie berpembawaan sangat positif dan ceria, karakter percaya diri sudah mendarah daging pada Lettie. Seiring dengan pengalaman-pengalaman yang dilalui Sophie dalam petualangan, dia bertumbuh semakin berani dan percaya diri. Mendewasa dan self improvement seringkali bertumbuh bersama, seringkali juga tidak ketika kita terlalu takut keluar dari zona nyaman kita.

Zona nyaman itu baik, namun mengalami banyak hal dan melalui jalan yang sebelumnya tidak pernah kita lalui (selama itu baik) ketika masih muda juga akan membangun karakter kita menjadi jauh lebih kuat dan baik. Lagipun akan menyenangkan mencoba hal-hal baru selagi kita masih muda, jalan masih panjang dan tenaga masih kuat, akan jadi kenangan dan cerita indah untuk kita kenang nanti setelah menua. Akan lebih baik begitu daripada ketika usia sudah matang kita masih disibukkan berandai-andai akan apa jadinya hidup ini ketika kita memilih jalan lain yang belum pernah kita lalui itu.

No comments:

Post a Comment